Adiksi Rindu

kubiarkan cahaya bintang memilikimu
kubiarkan angin yang pucat dan tak habis-habisnya
gelisah, tiba-tiba menjelma isyarat, merebutmu
entah kapan kau bisa kutangkap



[nokturno - sapardi djoko damono]

/1/
malam sepertiga juli. kau kembali menjamah imajiku lewat puisi sapardi.
seperti ingin selalu kau banalkan rindu ini menjadi adiksi. begitu kejamkah kau hingga ingin memenjarakanku sampai mati?

/2/
ingin kubunuh tunas rindu yang tumbuh tiap pagi. tapi aku tak ingin takdir kita bersemi dalam nujuman sapardi, dengan “dihapuskannya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu“. hujan bulan juni, selalu menyemai aksentuasi nyeri pada munajat juli ini. adakah jejak-jejakku terhapuskan di pekarangan hatimu?

/3/
mestinya tiap adiksi adalah luka yang tak kekal. sebab akan ada yang tanggal pada waktu yang tak kunjung kita kenal. "kenapa perjumpaan kita harus disepertiga jalan?". ah, kau terlalu tabah menyimpan rahasia diam, dengan "dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu". masihkah kau ingin menyimpan rindumu di laci hatimu?

/4/
tapi aku ingin seperti hati sapardi yang selembar daun. jadi, " biarkan aku sejenak berbaring di sini: ada yang masih ingin kupandang, yang selama ini senantiasa luput. sesaat adalah abadi, sebelum kausapu tamanmu setiap pagi“. aku pun tahu, merampasmu di sepertiga jalan adalah kesesaatan yang abadi. maka masihkah kau ingin menyapu taman hatimu?

/5/
barangkali hanya riuh percakapan yang bisa kita kenang; semak yang membelukar di hutan maya, pesan yang memanjang di ujung malam. bukankah pernah kusampaikan kepadamu bahwa sajakku adalah isyarat yang tersesat sebelum akhirnya tiba hanya untuk mengabarkan; aku menua, pun barangkali telah tiada?

/6/
cinta hanyalah geletar sukma yang ingin kau ikat kuat-kuat. dan kau mungkin takkan kudapat. ya, takkan kudapat. aku hanya menemanimu sampai gang tua di pertigaan jalan itu. tapi aku akan merebutmu kembali, meski “entah kapan kau bisa kutangkap“. karena hidup tak pernah sia-sia. dan aku tak pernah lupa, "betapa parah cinta kita mabuk berjalan diantara jerit bunga-bunga rekah…"

Surabaya, 06 Juli 2010

7.10.2010 di Sabtu, Juli 10, 2010

0 Comments to "Adiksi Rindu"

Posting Komentar