rindu kita yang purba sepertinya akan menjadi nubuat janji sunyi, pun ketika tak juga selesai kita anggit menjadi prasasti. menarilah, hingga syakau jantungku menelanjangi makrifat heningmu berkali-kali. dan kilatan matamu yang lindap dalam liang-liang mimpi adalah zikir matahari esok pagi, lalu pelan-pelan merejamiku berjuta belati.
inikah tirani takdir, yang menikam tubuhku setajam puisi?
inikah tirani takdir, yang menikam tubuhku setajam puisi?
6 Comments to "Tirani Takdir (1)"